Friday, July 27, 2012

Sebuah Cerita Pennggugah Semangat

Buku-buku itu menyelamatkanku, teman!

Langit itu masih muda. Berarak , seperti serpihan kapas yang berlari-lari. Layaknya anak kecil anak usia lima tahun. Serpihan kapas di langit itu masih berlari penuh gairah kebebasan, hingga sampailah padanya di muka Gunung Budek yang berdiri kokoh membentengi Negeri Kota Tulungagung.

Dibalik tabir surya sebelah timur itu, terlihat sepasang mata yang takjubmenyaksikansimponi nada-nada keagungan Tuhan itu. Ia berdiri menghadap timur di tengah sawah, tepatnya di atas rumpun-rumpun yang menutupi  pematang sawah.
Dalam hatinya terbersit kata yang memberinya percikan api semangat, “yah, benar seperti itulah aku. Terbang bebas, tak diikat oleh siapapun, kemana saja. Dan terus berkarya, akan ku lalui semua. Tak peduli dengan kaki-kaki kecil ini,, ya benar seperti itulah aku nanti.”. Bibirnya tersungging puas. Lantas, ia kembali melangkah. Ia biarkan bayi-bayi awan itu ceria bebas di atas langit, di atas hatinya yang sedang semangat membara.
<>****<>
“Teng, teng, teeeeeengggg!!!”, suaranya menggema merambat berwujud gelombang longitudinal dan segera menyambar telinga-telinga manusia itu. Segera saja, mereka yang semula berjalan santai, sekarang berlarian tergesa mengejar waktu atau kalau tidak mereka akan terkena semprotan Pak Djarno berjam-jam di muka Gerbang Sekolah SMPN 1 Pakel. Siapa yang tahan dengan semprotannya kalau bukan orang itu tuli.
Dari sebelah selatan terlihat seorang pemuda yang masih berlari. Aku melihatnya, ia berlari di atas rumpun seakan-akan seperti pemain bola terkenal, si Boaz Salosa. Sekali-kali ia juga melompat untuk menghindari ranting bambu bekas kobaran api. Benar-benar calon atletik Indonesia, pemuda ini. Dengan gaya rambutnya yang lemas diterpa angin melambai-lamai indah penuh kebebasan. Dia adalah simbol kebebasan yang menonjol di antara kami. Dia juga sering kena hukum oleh Pak Djarno, si monster gorila di smp kami. Namun hanya dia juga yang ahli Fisika di smp kami. Dia adalah seorang bintang apabila bergelut dengan dunia fisika. Pernah ia menjuarai Lomba Fisika di sebuah lembaga pendidikan yang paling tersohor di kabupaten kami. Bagi aku pribadi, dia adalah karakter yang paling menginspirasi.
“Cepetlah , Huuud!!, atau kau pilih kena semprotannya si monster gorila! ”, teriakku ketika Huda semakin dekat. Ya, dialah orangnya, bernama Huda. Firman Syah Al-Huda itulah namanya. Tetapi kami memanggilnya dengan panggilan “Hud-Hud”, si burung yang sempat menjadi tokoh utama di cerita nabi Sulaiman A.S.
“Aa… yo, Zam!”, katanya terengah-engah sambil menepuk pelan pundakku. Lantas ia menarikku untuk berlari. Berlari menuju yang lepas. Aku seorang manusia pelari, teman. Setiap harinya ku lalui waktu hidupku dengan berlari, oleh karena itu tubuhku keras seperti batu gunung, namun walaupun begitu dari luar aku kelihatan ceking .Ini terasa berbeda saat aku melakukannya dengan Huda. Lebih ringan dan serasa dunia semangat dunia hanya kami berdua ang memilikinya. Oh, ya sebelumnya inilah aku, Zamirudin Al-Hamsyi. Teman-temanku biasa memanggilku dengan nama “Zam-zam”. Nama sebuah telaga yang ada di antara bukit Marwa dan Sinai . Danau Legenda cerita Nabi Ismail dengan Ibunya Siti Hajar. Walaupun oleh guru agama kami tak boleh memanggil nama seseorang dengan bukan namanya, namun aku bangga dengan sebutan nama itu. Sedang kami berlari, matahari sudah semakin naik mengantar dengan pancaran sinarnya yang megah dan kuat.
<>****<>

No comments:

Post a Comment